Kamis, 29 Agustus 2013

MALAM & TETANGGA BARU~

Rasa bahagia tak selamanya menghampiri hati tiap anak manusia. Tapi malam yang gelap akan selalu hadir menyelimuti dunia mereka. Terkadang dingin, terkadang dengan cahaya bintang, terkadang pengap, terkadang tanpa bintang. Malam penuh dengan cerita gemerlap bahkan misteri gelap yang terselubung.

Tok tok tok ….

“Pak Rian? Pak Rian?”.
“Siapa yang mengetuk pintu larut malam begini?”, gerutuku sambil melihat arloji dan mengambil kemejaku. Saya pun menuju ke pintu depan untuk melihatnya.
“Bapak Rian?”.
“Iya, benar. Ada yang bisa saya bantu, pak? Dengan bapak siapa yah?”, dengan kening berkerut aku memandang wajah tamuku itu. Berharap mendapat petunjuk mengenai jati dirinya. Satu hal yang dapat kusimpulkan dari melihatnya pertama kali adalah umur orang ini mungkin sekitar lima puluh tahun atau lebih dan memiliki perangai yang santun, terlihat dari caranya berdiri dan berbicara.
“Saya Eko, saya tetangga baru bapak”, sambil menunjuk ke arah samping, tepatnya rumah di sebelah kiri rumahku yang memang sudah lama ditinggal dan dijual oleh pemilik sebelumnya.
“Ooh, tetangga baru rupanya. Mari masuk dulu, pak”, kecurigaanku yang mendalam seketika mencair menjadi keakraban.
“Tak usah Pak Rian, saya cuma mau menanyakan alamat pak RT kampung ini. Dimana yah?”, tanya sang bapak sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Rumah pak RT agak jauh sih, pak. Mau saya antar? Tapi, alangkah bagusnya kalau besok pagi saja. Nanti saya temani, karena sudah malam kan, pak. Sudah pukul 23.15”.
“Baiklah Pak Rian. Terima kasih banyak saya pamit dulu”.
“Iya, pak. Sama-sama”.

Aku menunggu tetanggaku keluar pintu pagar untuk kemudian menutup pintu. Tiba-tiba angin malam yang dingin menyambar lenganku, menyadarkanku akan sesuatu. Sesuatu hal yang mungkin akan mengganggu tidurku di malam ini.

Aku kemudian menutup pintu rumah, lalu berlari ke kamar Busrah, serumahku.

“Bus, kamu udah dari beli mie instannya?”, tanyaku sambil mengetuk pintu kamarnya.
“Iya, sudah. Pesananmu ada di meja makan”, katanya dengan suara tinggi. Sepertinya ia sedang memakai headset.
“Pintu depan?”, lanjutku dengan cemas.
“Udah saya gembok, kok”, lagi dengan suara tinggi. Jawabannya sudah kuduga.

Seketika aku terdiam depan pintunya, tak tahu masalah apa yang terjadi. Lalu aku mencoba berpikir jernih. Meminum segelas air putih dimeja tamu. Kemudian keluar untuk mengecek pintu pagar. Benar, memang tidak terkunci. Aku pun mengambil kunci di saku celanaku lalu menguncinya dengan pasti. Kembali angin malam menyambar lenganku. Membuat rambut-rambut halus lenganku berdiri. Aku memandang ke kiri ke rumah tetangga baru kami. Gelap. Masih seperti malam sebelumnya ketika tak berpenghuni.

Aku masuk kembali ke rumah, mencoba memendam rasa merindingku seorang. Tapi sesuatu kembali mengganggu pikiranku. Darimana tetangga baruku ini tahu nama panggilanku?

Riandhika Pratama, itu nama lengkapku. Umurku 26 tahun tepat di bulan ini. Sekarang saya tinggal jauh dari keluarga. Saya tinggal di rumah sewa di sebuah daerah di Jakarta bersama teman saya Busroh yang seorang PNS muda. Saya belum bekerja, saat ini saya melanjutkan kuliah magister. Sebelumnya saya merantau dari tempat kelahiran saya, Makassar, untuk kuliah S1. Yah, setelah sarjana saya memutuskan untuk tetap tinggal melanjutkan studi di ibu kota.


SHFB//M/290813/MTB/001
Bersambung>>>

0 komentar:

Posting Komentar

.